a. Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan Samudera Pasai adalah kerajaan Islam pertama di Nusantara yang
berada di pesisir timur laut Aceh, kabupaten Lhokseumawe, Aceh Utara. Raja
pertama kerajaan ini adalah Sultan Malik Al-Saleh yang tercantum pada
sebuah nisan kubur yang ditemukan di daerah sekitar kerajaan. Kerajaan Samudera
Pasai mengalami kemunduran karena serangan dari bangsa Portugis dan runtuh pada
tahun 1524 M.
b. Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh terletak di daerah yang sekarang
dikenal dengan nama kabupaten Aceh Besar. Nama Aceh menanjak dengan cepat pada
abad ke 17 masehi. Sultan pertama yang
sekaligus menjadi pendiri kerajaan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah
(1514-1528). Beliau merupakan raja Aceh pertama yang mau bekerja sama
dengan Portugis. Selanjutnya, yang menjadi peletak dasar kebesaran kerajaan
Aceh adalah Sultan Alauddin Riayat Syah yang bergelar Al Qahar. Kerajaan
Aceh mengalami puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar
Muda. Bandar Aceh mampu dibuka menjadi pelabuhan internasional dan beliau
juga berhasil membuat UU tentang tata pemerintahan yang disebut Adat Makuta
Alam. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, kerajaan Aceh berangsur-angsur
mengalami kemunduran.
c. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak terletak di Demak, Jawa Tengah. Kerajaan Demak ini adalah
kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Kerajaan Demak didirikan
oleh Raden Patah pada tahun 1478. Beliau merupakan putra Prabu
Kertabumi, seorang raja Majapahit. Wilayah kerajaan Demak cukup luas, yaitu
meliputi daerah sepanjang pantai utara Jawa. Tahun 1518, Raden Patah
digantikan oleh putranya, yaitu Pati Unus. Beliau bergelar Pangeran
Sabrang Lor karena usahanya dalam memerangi Portugis di Malaka tahun 1513 M.
Kerajaan Demak runtuh pada tahun 1568 M.
d. Kerajaan Pajang (1568-1586)
Kerajaaan Pajang adalah penerus dari kerajaan
Demak. Ibukota kerajaannya adalah Kartasura. Pendiri kerajaan Pajang adalah Jaka
Tingkir yang berasal dari Pengging, di lereng gunung Merapi. Jaka Tingkir
bergelar Sultan Hadiwijaya. Pemegang tahta selanjutnya setelah Sultan
Hadiwijaya wafat adalah Sutawijaya, yang merupakan anak kandung dari
Ki Ageng Pemanahan dan anak angkat dari Sultan Hadiwijaya
sendiri. Saat Sutawijaya berkuasa, beliau memindahkan pusat
pemerintahannya ke Mataram (1586 M). Sejak itu berdirilah kerajaan Mataram
Islam dengan ibukotanya di Kotagede, sebelah tenggara kota Yogyakarta.
e. Kerajaan Mataram Islam (abad 17-19 M)
Kerajaan Mataram Islam berdiri tahun 1586 M
dan raja pertamanya adalah Sutawijaya yang bergelar “Senapati
Ingalaga Sayidin Panatagama” artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur
Kehidupan Beragama. Pusat kerajaan ini ada di Kotagede, Yogyakarta. Kerajaan
Mataram mencapai puncak keemasan pada masa pemerintahan Sultan Agung
Hanyakrakusuma (1613-1645 M). Pada masa Sultan Agung banyak prestasi
besar yang dicapai, seperti berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dan
berhasil menyusun UU yang merupakan perpaduan antara adat Jawa dengan hukum
Islam yang disebut Surya Alam.
f. Kerajaan Banjar (1526 M)
g. Kerajaan Gowa-Tallo
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar, terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam. Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653 – 1669). Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transit di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.
Perkembangan Makassar menyebabkan VOC merasa tersaingi. Makassar tidak
tunduk kepada VOC, bahkan Makassar membantu rakyat Maluku melawan VOC. Kondisi
ini mendorong VOC untuk berkuasa di Makassar dengan menjalin kerja sama dengan
Makassar, tetapi ditolak oleh Hasanuddin. Oleh karena itu, VOC menyerang
Makassar dengan membantu Aru Palaka yang telah bermusuhan dengan
Makassar. Akibatnya, benteng Borombong dan ibu kota Sombaopu
jatuh ke tangan musuh, Hasanuddin ditangkap dan dipaksa menandatangani Perjanjian
Bongaya (1667).
Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
h. Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari persekutuan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, (disebut Uli Lima) sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera – Irian. Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam sudah masuk daerah Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya (1350 – 1357) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara membuat kapal. Raja yang benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin (1486 – 1500). Ia mendapat ajaran Islam dari Sunan Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore mencakup pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Penghasilan utamanya adalah cengkih, pala, rempah-rempah, dan ramuan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Eropa.
Ketika bangsa Portugis datang ke Ternate, mereka
bersekutu dengan bangsa itu (1512). Demikian juga ketika bangsa Spanyol datang
ke Tidore, mereka juga bersekutu dengan bangsa itu (1512). Portugis akhirnya
dapat mendirikan benteng Sao Paulo di Ternate dan banyak melakukan monopoli
perdagangan. Tindakan ini menimbulkan perlawanan yang dipimpin oleh Sultan
Hairun (1550 – 1570). Tindakan Musquita menangkap Sultan Hairun
dilepas setelah kembali, tetapi kemudian dibunuh setelah paginya disuruh
berkunjung ke benteng Portugis.
Sultan Baabullah (1570 – 1583) memimpin perlawanan untuk mengenyahkan Portugis dari Maluku
sebagai balasan terhadap kematian ayahnya. Benteng Portugis dikepung selama 5
tahun, tetapi tidak berhasil. Sultan Tidore yang berselisih dengan Ternate
kemudian membantu melawan Portugis. Akhirnya, benteng Portugis dapat dikuasai
setelah Portugis menyerah karena dikepung dan kekurangan makanan.
Tokoh dari Tidore yang anti-Portugis adalah Sultan
Nuku. Pada tanggal 17 Juli 1780, Pata Alam dinobatkan sebagai vasal
dari VOC dengan kewajiban menjaga keamanan di wilayahnya, yaitu Maba, Weda,
Patani, Gebe, Salawatti, Missol, Waiguna, Waigen, negeri-negeri di daratan
Irian, Pulau Bo, Popa, Pulau Pisang, Matora, dan sebagainya. Di sisi lain, Sultan
Nuku terus mengadakan perlawanan terhadap Belanda di Ternate dan Tidore.
Untuk mengatur kembali Tidore, pada tanggal 18 Oktober 1783, VOC mengangkat
Kamaludin untuk menduduki takhta Tidore sebagai vasal VOC. Di sisi lain,
perjuangan Nuku mengalami pasang surut. Pada tahun 1794, gerakan
tersebut mendapat dukungan dari Inggris. Sekembalinya dari Sailan, Pangeran Jamaludin
beserta angkatannya menggabungkan diri dengan Nuku. Pada tanggal 12
April 1797 Angkatan Laut Nuku muncul di Tidore. Hampir seluruh pembesar Tidore
menyerah, kecuali Sultan Kamaludin berserta pengawalnya. Mereka
menyerahkan diri ke Ternate. Tidore diduduki oleh Nuku hingga meninggal
tanggal 14 November 1805 dan digantikan oleh adiknya sendiri, yaitu Zaenal Abidin.
f. Kerajaan Banjar (1526 M)
Kerajaan Banjar adalah kerajaan Islam di pulau
Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalsel sekarang. Awalnya pusat kerajaannya ada
di Kuin Utara, tetapi akhirnya dipindah ke Martapura setelah Kuin dihancurkan
oleh Belanda. Sultan pertamanya adalah Sultan Suriansyah (Raden Samudera).
Wilayah kerajaan Banjar cukup luas, hampir seluruh Kalimantan. Kerajaan Banjar
runtuh saat berakhirnya Perang Banjar tahun 1905 M. Raja terakhir adalah Sultan
Muhammad Seman (1862-1905 M).
Pada awalnya, Kerajaan Gowa – Tallo yang lebih dikenal sebagai Kerajaan Makassar, terdiri dari beberapa kerajaan yang bercorak Hindu, antara lain, Gowa, Tallo, Wajo, Bone, Soppeng, dan Luwu. Dengan adanya dakwah dari Dato'ri Bandang dan Dato' Sulaiman, Sultan Alauddin (Raja Gowa) masuk Islam. Setelah raja memeluk Islam, rakyat pun segera ikut memeluk Islam. Kerajaan Gowa dan Tallo kemudian menjadi satu dan lebih dikenal dengan nama Kerajaan Makassar dengan pemerintahannya yang terkenal adalah Sultan Hasanuddin (1653 – 1669). Ia berhasil memperluas pengaruh Kerajaan Makassar sampai ke Matos, Bulukamba, Mondar, Sulawesi Utara, Luwu, Butan, Selayar, Sumbawa, dan Lombok. Hasanuddin juga berhasil mengembangkan pelabuhannya dan menjadi bandar transit di Indonesia bagian timur pada waktu itu. Hasanuddin mendapat julukan Ayam Jantan dari Timur. Karena keberaniannya dan semangat perjuangannya, Makassar menjadi kerajaan besar dan berpengaruh terhadap kerajaan di sekitarnya.
Akibat kekalahannya, peranan Makassar sebagai penguasa pelayaran dan perdagangan berakhir. Sebaliknya, VOC memperoleh tempat yang strategis di Indonesia bagian timur. Rakyat Makassar yang tidak mau menerima Perjanjian Bongaya, seperti Kraeng Galesung dan Monte Merano, melarikan diri ke Mataram. Selanjutnya, untuk memperlemah Makassar, benteng Sombaopu dihancurkan oleh Speelman dan benteng Ujung Pandang dikuasai VOC diganti nama menjadi benteng Ford Roterdam.
h. Kerajaan Ternate dan Tidore
Di Maluku terdapat dua kerajaan yang berpangaruh, yakni Ternate dan Tidore. Kerajaan Ternate terdiri dari persekutuan lima daerah, yaitu Ternate, Obi, Bacan, Seram, Ambon, (disebut Uli Lima) sebagai pimpinannya adalah Ternate. Adapun Tidore terdiri dari sembilan satuan negara disebut Uli Siwa yang terdiri dari Makyan, Jailolo, dan daerah antara Halmahera – Irian. Kedatangan Islam ke Maluku tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang antara pusat lalu lintas internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut tradisi setempat, sejak abad ke-14, Islam sudah masuk daerah Maluku. Raja Ternate kedua belas, Molomateya (1350 – 1357) bersahabat karib dengan orang Arab yang memberi petunjuk mengenai cara membuat kapal. Raja yang benar-benar memeluk Islam adalah Zainal Abidin (1486 – 1500). Ia mendapat ajaran Islam dari Sunan Giri. Kekuasaan Ternate dan Tidore mencakup pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Penghasilan utamanya adalah cengkih, pala, rempah-rempah, dan ramuan obat-obatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat Eropa.
Pada tahun 1783, Pata Alam menjalankan strategi
untuk meraih loyalitas raja-raja Irian. Akan tetapi, usaha tersebut menemui
kegagalan, karena para utusan dengan pasukan mereka berbalik memihak Nuku.
Akhirnya, Pata Alam dituduh oleh Kompeni bersekongkol dengan Nuku. Pata Alam
ditangkap dan rakyat pendukungnya dihukum. Peristiwa ini sering disebut Revolusi
Tidore (1783).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar